Ijen Geopark Bondowoso, yang kini tengah diusulkan masuk warisan dunia UNESCO Global Geopark (UGG), bukan hanya menyajikan konservasi belaka. Akan tetapi, didalamnya juga bisa dioptimalkan menjadi sarana menambah wawasan untuk ilmu pendidikan.
Hal inilah, yang menjadi salah
satu alasan SMP NU 09 Bondowoso, menggali pengetahuan tentang situs-situs yang
ada di kawasan Ijen Geopark. Sejumlah siswa sangat antusias dalam kegiatan ini
meskipun dalam keadaan berpuasa mereka tetap semangat untuk belajar langsung
dengan mengunjungi beberapa lokasi yang masuk dalam ruang lingkup Ijen Geopark.
Pada hari rabu 13 April 2022, sejumlah
siswa SMP NU 09 Bondowoso mengunjungi salah situs
Ijen Geopark di Desa Maskuning Kulon, Kecamatan Pujer. Yakni Situs Budaya Megalitikum
Maskuning Kulon. Berupa batu-batu megalitikum yang tersebar di satu wilayah
desa.
Menurut salah satu Guru IPS
SMP NU 09 Bondowoso “ Eni Wijayanti, S.Pd “ mengatakan bahwa menambah wawasan
ilmu pengetahuan tidak harus dilakukan dalam suatu ruangan. Namun, di luar
ruangan seperti mengunjungi Ijen Geopark, juga tidak kalah pentingnya. Karenanya, bersama murid-murid kita
mencoba mengeksplor dan mengenalkan lebih dekat tentang situs-situs yang ada di
bondowoso. Dalam kegiatan ini yang melakukan kunjungan hanya kelas VII dan
harapan saya nanti siswa yang ikut dalam kegiatan
ini diharapkan dan harus bisa menjelaskan kepada teman-temannya tentang Ijen
Geopark. Sehingga, kemampuan siswa dalam mengeksplor selama melakukan
kunjungan, sangat diperlukan dalam membagi apa saja ilmu pengetahuan yang diperoleh
kepada teman di sekolah.
Kepala SMP NU 09 Bondowoso, Subaeri Adi Susanto,
SPd, menjelaskan bahwa salah satu tujuan kegiatan ini untuk meningkatkan
pengetahuan siswa tentang potensi kekayaan sejarah Bondowoso yang termasuk kota
megalitikum. “Ijen Geopark ini masuk dalam kurikulum yang baru. Jadi,
diperlukan edukasi kepada siswa akan potensi kekayaan dan sejarah Kota
Bondowoso,” “Guru-guru juga harus tahu tentang Ijen Geopark. Karenanya,
sejumlah guru juga turut dilibatkan, Di sini siswa dan guru tidak
hanya mempelajari tentang ragam batu megalitikum yang berjumlah 58 titik
batu, dan terdapat 1 kubur dolmen terbesar se-Jawa Timur. Tetapi juga belajar berbagai identifikasi
ragam budaya lokal yang ada di Desa Maskuning Kulon, seperti ronjengan, mamaca, burdah, musik tongtong.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar